Bom atom yang dijatuhkan tentara Amerika Serikat di dua kota utama Jepang yaitu Nagasaki dan Hiroshima memaksa Jepang bertekuk lutut. Pasukan Jepang yang ada di negara-negara jajahannya ditarik pulang dibawah pengawasan ketat tentara sekutu. Tidak terkecuali bala tentara Dai Nippon yang berada di Indonesia khususnya di Kepulauan Riau.
Tentara Jepang yang selama 3,5 tahun mengoyak kedaulatan bangsa Indonesia dan menghisap semua kekayaan baik yang dipunyai rakyat maupun yang berada di bumi pertiwi bergerak cepat ketika mendengar Kaisar Hirohito mengibarkan bendera putih pertanda bertekuk lutu kepada tentara sekutu. Emas, perak dan logam-logam mulia hasil rampasan dari rakyat Indonesia maupun dari tentara Belanda segera disembunyikan di dalam gua-gua atau di pendam di dalam tanah.
Namun, penyimpanan harta karun tersebut dibasahi darah rakyat Indonesia yang ditembak mati tentara Jepang usai menyimpan harta tersebut. Darah rakyat juga tertumpah di Pulau Bintan khususnya di Kijang saat dipaksa ikut menyembunyikan harta karun tentara Jepang. Namun, ajal adalah hak mutlak Allah.
Meski tubuh tertembus peluru, bila Allah belum menentukan nyawanya melayang, maka sang mahluk akan selamat dan hidup dengan kenangan memilukan yang akan terus dibawanya sampai di akhir hayat.
Dari puluhan orang yang ditembak di sekitar Gunung Lengkuas seusai memendam harta karun tentara Jepang ada seorang yang selamat dari aksi pembantaian tersebut. Sayangnya tak seorangpun yang tahu, siapa rakyat Bintan yang diselamatkan Tuhan itu. Kabarnya, orang tersebut sudah meninggal.
Yang menarik, sebelum meninggalkan Kijang awal tahun 1946, orang tersebut meninggalkan peta tempat dimana harta karun itu disembunyikan. Sayangnya, peta tersebut di gambar dan ditandai dengan huruf Kanji.
Lanang (36) warga Kijang pernah bertemu koran ini dan menceritakan bahwa temannya memiliki peta tersebut. Sayang, si teman tidak paham huruf Jepang dan membiarkan peta tersebut tergeletak di dalam kotak kecil di dalam lemari pakaian. Saat koran ini melacak keberadaan si pembawa peta, ternyata yang bersangkutan dikabarkan bekerja di kapal asing.
Menurut Lanang yang pernah melihat wujud asli peta tersebut mengatakan, bahwa peta tersebut sangat kumal. Besar peta panjang sekitar 20 cm dan lebar 14 cm. Ditulis dengan tinta berwarna hitam dan sebagian gambar peta sudah pudar dimakan usia. Yang Lanang tahu, ada kordinat-kordinat yang dihubungkan dengan garis-garis yang membingungkan. Mengapa membingungkan? Bila dilihat dan ditelusuri garis-garis itu, antara kordinat yang satu dengan yang lain di hubungkan garis lebih dari satu kali. "Tetapi saya tak tahu persis apakah itu peta asli atau tidak, sampai sekarang saya yakin banyak yang ingin mencarinya," Lanang berkata sambil mengisap rokoknya.
Karena penasaran, koran ini mencoba mencari informasi siapa romusah atau warga Kijang yang masih hidup dan mengetahui keberadaan harta karun maupun kuburan mayat korban pembantaian tentara Jepang. Sayang, tak seorangpun yang masih hidup.
Luluh lantaknya Nagasaki dan Hiroshima tak banyak diketahui warga. Hanya tentara Jepang yang saat itu menguasai kota Kijang dan sekitarnya yang tahu. Bahkan para romusha yang mendiami barak juga tidak mengetahui.
Malam itu, para romusha terlelap kecapaian setelah seharian bekerja keras memasang rel-rel jalur kereta api di sekitar Kijang. Saat itu, Jepang memang giat-giatnya membangun moda transportasi darat di Pulau Bintan menggunakan kereta api. Hal itu tidak terlepas dari ambisi komandan Jepang di Kijang yang ingin menjadikan Kijang sebagai Tokyo ke II.
Tiba-tiba, terdengar teriakan keras yang membangunkan para romusha. Bangun! bangun! bangun! Secepat kilat para romusha bangun dari tidur dan duduk. Mereka saling berpandangan seakan-akan bertanya mengapa mereka dibangunkan. Rasa kantuk yang masih mengelayut terpaksa mereka tahan. Para romusha tak berani untuk tidak bangun, karena takut akan hukuman yang bakal diterima. Hukuman yang paling dirasakan berat bagi para romusha adalah berdiri menghadap dan memandang matahari terus menerus. Menoleh atau menunduk karena silau, dapat dipastikan popor senapan mendarat di kepala atau bagian tubuh yang lain.
Seringkali, setelah menjalani hukuman menatap matahari, romusha yang apes itu tidak dapat membuka mata selama dua hari. Semua yang dilihatnya gelap dan menyilaukan. Namun, kejamnya Jepang memang tak terperikan. Meski kondisinya memprihatinkan, romusha tersebut tetap harus bekerja keras menuruti keinginan Dai Nippon. Banyak dari mereka yang terkena hukuman jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia.
Malam itu, nama-nama romusha yang dipanggil dikumpulkan di depan barak dan dinaikkan ke dalam truk militer tentara Jepang. Ada sekitar 20 orang yang malam itu diberangkatkan. Tidak seorangpun tahu, kemana para romusha itu dibawa. Yang diketahui pekerja paksa lain, bahwa teman-teman mereka juga membawa alat gali tanah seperti cangkul, linggis, pahat dan martil besar. Selain itu, saat hari menjelang siang, para romusha yang dibawa tadi malam tidak kembali ke barak.
Tengah hari, mendadak para pekerja paksa dikumpulkan dan diinstruksikan membongkar kembali rel yang sudah terpasang rapi. Kebingungan dan ketidakfahaman menghinggapi masing-masing romusha. Mereka bertanya-tanya ada apa ini. Pasti ada sesuatu yang luar biasa sehingga harus membongkar kembali rel kereta api yang sudah terpasang rapi. Dugaan demi dugaan berkecamuk dalam kepala para pekerja paksa. Namun, tak satupun yang tahu persis apa yang terjadi. Mereka tidak tahu bahwa Jepang kalah perang dan bersiap kembali ke negaranya.
Malam harinya, kembali sekitar 15 romusha diberangkatkan dengan truk. Jalanan yang gelap membuat para pekerja tidak mengetahui dimana mereka lewat. Akhirnya, truk berhenti dan para pekerja diminta berjalan menerobos hutan. Jangan bayangkan Kijang seramai sekarang. Semuanya masih hutan belantara. Paling bila adapun perkebunan karet milik warga Tionghoa. Tidak beberapa lama berjalan, mereka bertemu dengan romusha yang diberangkatkan malam sebelumnya.
Ternyata mereka diperintahkan menggali lubang dan membuat gua. Hari demi hari, dua rombongan tersebut bekerja keras melubangi dinding bukit, menerobos kulit bumi membuat gua yang kata Jepang untuk lubang perlindungan bila diserang sekutu.(nah/bersambung) Sumber: Posmetrobatam.com
Dapatkan dibayar Untuk Mempromosikan Pada Setiap WebSite
Minggu, 17 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
I Home I Adolescent & Diseases I Tips Blogging I Electronic I Property I SelebRItis & Sexy I Health I Music - Music I Gallery Photo I Games I Radio Blogger I Media Resep I Electronic I These Animals I About Chemistry I Design Tutorial I Batam Night I Correct Section I Maria Ozawa Friendster I Daulay Design
Paling sering dibaca
-
Paru-paru adalah organ dengan fungsi penting: Di sini, oksigen memasuki darah dan aliran darah ke seluruh sel tubuh. Oksigen diperlukan untu...
-
A. DO'A MANDI JUNUB / JANABAT “Nawaitu ghuslal li rof’il hadatsil akbari minal janabati ‘an jami’il badani fardhan lillahi ta’ala.” Sa...
-
BATAM, BISNIS: Memancing ikan adalah salah satu hobi yang cukup menghibur bagi sebagian orang. Tak cuma sebagai hiburan, memancing juga din...
-
Gorontalo, NF: Astaga, dunia sudah gila atau mau kiamat....? Seorang ibu dan anak kandungnya bersetubuh lengket dan tewas dalam keadaan le...
-
Lebih Cepat, Lebih Aman dan Lebih Nyaman Batam, Bisnis; Kapal Ferry Dumai Express kini meluncurkan dua kapal ferry terhebat dikelasnya. &...
0 comments:
Posting Komentar