Tinjau Izin Penambangan Menyusul Unjuk Rasa Suku Laut

TANJUNGPINANG,METRO: Aksi unjuk rasa puluhan warga Suku Laut di Kantor Gubernur Kepri belum lama ini ditanggapi Ketua DPRD Kepri. Perlu kajian khusus agar pemberian izin penambangan tak mematikan kehidupan Suku Laut.

  Ketua DPRD Kepri Nursyafriadi telah menerima surat dari Suku Laut, sebagai bentuk tuntutan yang meminta pemerintah kabupaten/kota untuk memberikan sanksi tegas atas pelanggaran atau pencemaran lingkungan, khususnya usaha pertambangan. Dalam surat itu disebutkan seluruh lokasi penambangan merupakan tempat Suku Laut mencari makan sebagai nelayan tradisional.

  Apa yang disampaikan Suku Laut bisa jadi kondisi riil yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Hampir semua warga Suku Laut bekerja sebagai nelayan tradisional. Pekerjaan itu secara turun-temurun digeluti mereka. Namun ikan yang didapat sejak beberapa bulan terakhir menjadi sedikit karena dicemari limbah penambangan seperti pencucian bauksit.

    Apalagi aksi unjuk rasa dilakukan bertepatan dengan peringatan hari jadi Provinsi Kepri ke-8. Sulitnya mendapatkan ikan kadang tak direspon oleh pengusaha tambang yang enggan mengeluarkan tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat sekitar lokasi tambang. Penerapan konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibilidilakukan secara berkelanjutan, tak lagi hanya insidental. Selama ini CSR memang bersifat sukarela, sehingga penerapannya pun bebas tafsir berdasarkan kepentingan masing-masing.

  "Pemberian izin jangan hanya diberikan karena perusahaan tambang akan memberikan kontribusi kepada pemerintah daerah, melainkan juga memperhatikan kepentingan warga. Dampak tambang itu yang patut diwaspadai," terang Nursyafriadi, baru-baru ini.

  Pemberian izin penambangan juga kerap diutarakan Gubernur Kepri Sani kepada wartawan. Bahkan setelah pelantikannya di Gedung Daerah Agustus lalu,Sani menginginkan wilayah Kepri harus hijau.(nah)