Try us on Wibiya!

Dapatkan dibayar Untuk Mempromosikan Pada Setiap WebSite

Get paid To Promote at any Location

Jumat, 23 Juli 2010

Sampak Gusuran, Membaca Puisi dengan Cara yang Berbeda

Aku melihat di atas sini
Cambuk berayun ke ini negeri
Itulah sepenggal puisi yang dilagukan secara berulang-ulang melalui pengeras suara. Lalu para personel kelompok Sampak Gusuran yang berjumlah 17 orang menempati posisinya masing-masing sesuai dengan alat musik yang akan dimainkan.

Lalu pimpinan rombongan kelompok Sampak Gusuran, Anis Soleh Ba'asyin terdengar bernarasi tentang situasi negeri, sebelum akhirnya bunyi drum membuka komposisi pertama berjudul zaman Akhir dengan rancak, gabungan antara jazz, country dan tentu saja langgam Jawa serta rock.
Memasuki interlude, sebagian besar pemain meninggalkan panggung dan menyisakan pemain drum dan gendang. Tapi yang dua ini pun diusir, karena Anis mau muncul. Penyair asal Pati ini muncul dari arah penonton yang memadati halaman Bentara Budaya Jakarta, pada Kamis, 11 Juni 2009 malam, sambil membacakan puisi.

Memasuki puisi kedua, Anis dibantu peniup didgeridoo dan seruling, kendang tembikar, ketipung, gitar, biola, dan seluruh pemusik yang sebelumnya meninggalkan panggung.

kalaulah engkau ingin jadi presiden
kalaulah engkau ingin jadi wakilnya
kenapa kami jadi tumbalnya
kenapa kami yang nanggung biayanya
begitulah bunyi syair dari Suluk Montang-manting yang dinyanyikan saat koda.

Berikutnya Anis membawakan puisinya dalam musik rap. Puisi Suluk Pintu Terkunci yang berisi soal mampatnya kehidupan ini dibawakan Anis dan kelompok musiknya dengan suasana yang ringan. Sehingga tema "berat" yang ada pada puisi panjang itu pun jadi gampang dicerna penonton.

Menyaksikan penampilan kelompok Sampak Gusuran sepanjang dua jam, rasanya tak membikin penat. Selain menampilkan puisi-puisi pamflet yang garang, kelompok ini juga dengan cerdas menyajikan musik dengan irama yang beragam. Kendati tampil di "kota orang", Anis dan kawan-kawan ternyata bisa menundukkan para penonton yang hadir malam itu. Bahkan berkali-kali penonton menghadiahi rombongan ini dengan tepukan yang meriah.

Penampilan Sampak Gusuran rasanya memang memberikan pilihan baru bagi penikmat musik ber-genre musikalisasi puisi. Jika selama ini musikalisasi dipahami dan dimainkan dengan cara yang sunyi dan getir, oleh Anis dan kawan-kawan puisi-puisi itu bisa dipandang dan dimainkan secara kreatif. Kadang Anis mengajak penonton bergoyang dengan irama dangdut, di saat lain ia mengajak penonton manggut-,anggut lewat musik rap. Tapi di waktu yang lain, Anis juga mengajak penonton untuk berkontemplasi melalui musik bernuansa Bali.

Jika pun ada kekuarangan, tampaknya justru datang dari Anis sendiri yang malam itu tampak penat. Karenanya, ada beberapa penggal puisi yang tak terbaca saat ia membawakan Suluk Pintu Terkunci.
Menurut Anis, ia dan rombongannya memang belum beristirahat sejak berangkat dari Pati. Dan setibanya di Jakarta mereka langsung berkonser. Meski demikian, rasanya penampilan mereka layak diacungi jempol.

Laporan wartawan KOMPAS.com Jodhi Yudono
Jumat, 12 Juni 2009 | 02:17 WIB

From: Amir Husin Daulay Full

0 comments:

Posting Komentar

Paling sering dibaca

Pengikut