Try us on Wibiya!

Dapatkan dibayar Untuk Mempromosikan Pada Setiap WebSite

Get paid To Promote at any Location

Senin, 27 September 2010

Masakan asam pedas ala Sipirok

RUANGAN besar lengkap dengan kipas angin di sudut-sudut seperti tak sanggup mengurangi kucuran keringat siang itu saat menyantap sajian menu di Rumah Makan Sipirok, Jalan Sunggal, Medan, Sumatra Utara.

Jam menunjukkan pukul 12.00 Wib, pantas saja, rumah makan sudah disesaki pengunjung yang tak sabar ingin menikmati sajian menu makan khas Tapanuli Selatan ini.

Pemilik rumah makan, Zulfikar, 46 dan istrinya, Yusniar Nasution, 46, mulai terlihat sibuk melayani tamu-tamunya. “Mulai jam 11.00 Wib, kami sudah buka, tetapi menu belum lengkap. Biasanya menu lengkap di jam 11.30, dan pengunjung mulai ramai,” ujar Yusrizal yang langsung turun ke meja-meja untuk menyapa dan melihat apakah menu pesanan tamunya sudah diantar.

Menu yang selalu dicari oleh pelanggan adalah sup sumsum tulang iga kerbau, daging bakar disiram sambal pedas, daun ubi tumbuk, ikan teri tawar, gulai ikan sale, ikan asam pedas dan udang kecepe sambal pati serta tumis bunga pepaya.

Pelanggan yang datang tidak hanya memesan untuk makan di tempat, banyak juga untuk dimakan di kantor atau rumahnya masing-masing. Mereka rela antri untuk memesan, karena jika jam makan siang tiba, rumah makan itu akan penuh sesak dengan tamu.

Rumah makan Sipirok yang berdiri pada 2002 ini begitu favorit di Medan. Awalnya ibunda Yusniar yang mendirikan rumah makan dengan menu khas Tapanuli Selatan ini dengan nama Siang Malam pada 1954. Kemudian setelah ibunya meninggal, adiknya meneruskannya.

Yusniar pun tak mau ketinggalan, dia pun mendirikan rumah makan dengan menu yang sama, tetapi agar orang mengenalnya, dia memberi nama Rumah Makan Sipirok. Selain Yusniar,di Medan, juga ada rumah makan Sipirok yang didirikan oleh abangnya.

Awalnya pasangan ini hanya memiliki warung kecil saja, tanpa ada karyawan. Namun seiring waktu, dia membuka rumah makan lebih besar dengan ukuran 15×15 meter persegi dan mempekerjakan 15 karyawan. Zulfikar bahkan mengundurkan diri sebagai pegawai Dinas Kebersihan Kota Medan untuk membantu istrinya berdagang.

Rumah makan Sipirok milik Yusniar ini langsung mendapat tempat bagi pelanggan karena kepincut dengan menu sop sumsum kerbau dengan harga Rp30.000 perporsinya dan sop daging yang dipatok Rp15.000 perporsinya. Selain itu ada daging bakarnya serta daun ubi tumbuk dan gulai ikan salenya.

Untuk tetap menjaga cita rasanya, Yusniar tetap menggunakan racikan bumbu yang didapatnya dari sang ibu. Bahkan dirinya sendiri yang langsung turun untuk meracik bumbu setiap harinya. Yusniar hanya memperbolehkan karyawannya mengiris bawang saja.

“Khawatir rasanya jadi beda, makanya saya yang langsung meracik, bumbu. Itu juga yang menyebabkan saya tidak membuka cabang karena kuatir tidak bisa tertangani dengan baik,” kata ibu tiga anak ini.

Menu daging bakar merupakan potongan daging yang dibakar dengan sajian sambal pedas asam khas Sipirok. Dibuat dari gilingan halus cabai merah mentah dicampur dengan siraman jeruk nipis dan taburan bawang. Untuk daging bakar, rumah makan ini mematok harga Rp7.000 per porsinya.

Menu khas lainnya yang menjadi idola pelanggan yaitu daun ubi tumbuk yang dibuat dari daun singkong yang ditumbuk, dengan tambahan bumbu yaitu cempokak dan kincung lalu diberi santan kelapa sedikit dengan harga Rp3.000 perporsinya.

Sedangkan sambal pati, Yusniar mengaku tidak menggunakan bumbu yang sulit, hanya cabe, bawang merah, jahe, lengkuas, batang sere, santan, dan diberi campuran pete, kemudian dimasak dengan udang kecepe dengan harga Rp4.000 perporsinya .

Beda dengan bumbu yang berasal dari daerah Batak lainnya, yang kering dengan santan seperti ikan mas arsik asal Batak Toba, maka Yusniar membuat ikan asam pedas yang diberi santan sedikit ditambah andaliman dan bawang batak yang susah didapat di daerah lainnya.

Jika Anda sempat mampir saat ke Medan dijamin Anda akan merasakan kekhasan rasa dari setiap menu yang dihidangkan hangat-hangat itu.  Mutu dan rasa memang selalu dijaga. Untuk setiap harinya, Rumah Makan Sipirok mengeluarkan Rp2 juta hanya untuk pengadaan bumbu dan sayuran saja. Itu belum termasuk daging. Sehari, rumah makan itu butuh daging 75 hingga 90 kilogram daging segar. “Kecuali Sabtu dan Minggu, kami hanya menyediakan 55-75 kilogram daging saja karena tidak seramai hari biasa,” kata Zulfikar.

Tidak sembarang daging yang dipakai. Hanya daging has yang berada di bagian pinggul dan pahanya kerbau. Ini lah yang membuat pelanggannya kepincut untuk terus mendatangi Rumah Makan Sipirok.

Zulfikar mengaku setiap hari, rumah makannya dikunjungi ratusan pelanggan. Sedangkan untuk kapasitas sekali makan, rumah makan itu mampu menampung hingga 104 orang. Pelanggan yang datang pun tidak hanya dari warga Medan, tetapi juga berasal dari luar daerah, bahkan ada yang berasal dari laur negeri yaitu Korea dan Malaysia. “Pejabat lokal dan Jakarta pun sering datang ke sini. Rata-rata mereka suka dengan sop sumsum dan daging bakar khas Sipirok,” ujar Zulfikar.

Pernyataan Zulfikar tersebut memang tidak berlebihan. Sudah banyak pejabat pusat selevel menteri saat berkunjung ke Medan menyempatkan diri mampir di Rumah Makan Sipirok.

Sayangnya, rumah makan itu tidak buka sampai malam hari. Mereka hanya menyediakan untuk makan siang. “Kasihan istri saya, dia tidak sanggup sampai malam. Pukul 15.00 Wib, menu makanan kami sudah habis,” ujar Zulfikar yang mengaku dalam sebulan mampu menghasilkan keuntungan Rp30 juta dari rumah makannya.
Penulis : Yennizar Lubis

0 comments:

Posting Komentar

Paling sering dibaca

Pengikut