Pemekaran Tapanuli Selatan pada tahun 2007 telah membentuk dua Daerah Otonom Baru (DOB) sekaligus, yakni Padang Lawas Utara (Paluta) dan Padang Lawas (Palas). Masing-masing sebagai aktualisasi dari UU RI No 37 dan No 38 Tahun 2007.
Dimulainya pelaksanaan roda pemerintahan dari pembentukan DPRD untuk mengantar pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang definitif setelah satu tahun usia pemekaran dan pembentukan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) masing-masing.
Pada hakekatnya semua daerah otonom baru selalu diliputi berbagai persoalan yang menggelinding bersamaan dengan dimulainya kegiatan pemerintahan dalam mengentas ketertinggalan menuju kemajuan yang pada intinya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah bersangkutan.
Berbagai permasalahan dan persoalan yang dihadapi selalu menjadi tugas utama bagi penjabat kepala daerah yang ditunjuk untuk memecahkannya.
Khusus Palas dengan cakupan wilayah terdiri Kecamatan Sosopan, Ulu Barumun, Barumun, Sosa, Batang Lubu Sutam, Hutaraja Tinggi, Lubuk Barumun, Barumun Tengah dan Huristak.
Sejak menjadi kabupaten pada tahun 2007, daerah ini telah diliputi berbagai permasalahan rumit bagai benang kusut yang sangat sulit untuk diurai. Bahkan di antara berbagai permasalahan itu ada yang telah dihadapi masyarakat jauh-jauh sebelum kawasan Barumun Raya ini resmi menjadi kabupaten baru.
Miliki warga miskin
Padang Lawas dari dulu terkenal memiliki potensi sumber daya alam yang meliputi sektor perkebunan, pertanian, perikanan, peternakan, kehutanan dan pertambangan. Potensi-potensi tersebut terdapat hampir merata di seluruh kecamatan se- Padang Lawas.
Lihat saja potensi perkebunan dan pertanian terlihat di Kecamatan Sosa, di wilayah Sosa Jae, di Batang Lubu Sutam, Kecamatan Sosopan, Barumun Tengah dan Kecamatan Huristak.
Khusus sektor perkebunan besar jenis kelapa sawit telah membuat Kecamatan Sosa dan sekitarnya, Barumun Tengah, Kecamatan Huristak, Lubuk Barumun dan Barumun menjadi penyumbang kontribusi besar terhadap daerah Tapsel dulunya sebelum pemekaran dan Padang Lawas sekarang pasca pemekaran.
Selain potensi di bidang perkebunan, Palas juga memiliki potensi alam besar di sektor pertambangan seperti Batu Bara di Sosopan dan Sosa. Timah hitam di Batang Lubu Sutam, Ulu Barumun, Sosa dan Sosopan.
Kemudian minyak bumi di Barumun Tengah (Lapangan Tonga I dan Lapangan Tonga II). Ditambah lagi dengan bahan galian non logam seperti kapur, marmer, granit dan batu gamping di Sosopan serta Pasir Kuarsa di Huristak dan Barumun Tengah.
Namun di balik potensi-potensi yang dimiliki Palas, satu hal yang perlu menjadi renungan dan pemikiran ekstra serius adalah bahwa Kabupaten Padang Lawas, ternyata masih memiliki 86.367 jiwa warga yang hidup miskin atau 36,74 persen dari 206.286 jiwa penduduk Padang Lawas.
Padahal dari pandangan mata luar, orang berkesimpulan bahwa walaupun Palas merupakan daerah otonom baru tetapi sudah termasuk daerah yang makmur dan kehidupan warganya yang sejahtera secara ekonomi.
Kondisi Padang Lawas dengan luas wilayahnya 42.299.900 hektare ini pada kenyataannya sungguh-sungguh memprihatinkan, karena di balik potensi alam kaya yang dimiliki Palas, ternyata para penduduknya bagaikan ‘ayam menderita kelaparan di lumbung beras’.
Ini sungguh mengherankan karena terlihat adanya kontradiksi antara potensi daerah yang ada dengan fakta kehidupan sebahagian penduduk, sehingga berujung kepada keprihatinan yang sangat dirasakan di daerah ini.
Pasokan listrik
Selanjutnya masalah yang tidak kalah peliknya dihadapi masyarakat Padang Lawas adalah seputar pasokan listrik PT. PLN (Persero) yang sejak dulu hingga di usia lebih 64 tahun Kemerdekaan RI sekarang ini yang tidak menentu. Kondisi dan fakta tersebut kini berbuntut kepada PLN sebagai persero yang ditugasi sebagai penyedia pasokan listrik di Tanah Air menjadi sasaran umpat, caci-maki dan kecaman pedas sampai sumpah serapah masyarakat Padang Lawas selama ini.
Wilayah Sosa Jae sebagai kawasan paling ujung Padang Lawas dan berbatasan langsung dengan Provinsi Riau berpenduduk 32.847 jiwa lebih dan diperkirakan tidak kurang dari 97 persen telah terdaftar menjadi pelanggan listrik PLN sangat mengeluhkan kondisi pasokan listrik yang setiap hari dan setiap malam terhenti sampai empat jam, bahkan tidak jarang sampai 12 jam.
Jika padam pukul 02.00 misalnya, jangan heran bila listrik PLN di kawasan ini nyala kembali pada pukul 12.00, bahkan sampai pukul 15.00 petang. Tetapi jika listrik padam pada pukul 16.00, biasanya akan nyala kembali pada pukul 03.00 dinihari.
Akibatnya selain harus menyiapkan biaya untuk pembayaran rekening listrik, pelanggan juga terpaksa menyiapkan dana untuk membeli minyak tanah yang semakin sulit untuk didapatkan warga pelanggan listrik yang sudah gelap gulita di malam hari. Ini membuat Palas kini jauh tertinggal di sektor energi kelistrikan dari daerah lain bahkan dari Padang Lawas Utara sendiri yang sama-sama terbentuk menjadi kabupaten baru. Kekhawatiran yang bisa dipastikan terjadi adalah Padang Lawas akan terus mengalami keterpurukan akibat kondisi pasokan listrik yang amburadul ini.
Kondisi pasokan energi listrik acak-acakan tersebut juga membuat seorang putra Palas yang telah menjadi pengusaha sukses di Jakarta baru-baru ini memilih membatalkan investasinya di tanah asal (Padang Lawas) karena yang bersangkutan khawatir usahanya nanti di Padang Lawas justru merugi akibat pasokan energi listrik yang tidak jelas kapan stabil.
Pemerintah Kabupaten Palas dinilai tidak mampu menuntaskan krisis energi listrik yang terjadi walau yang bersangkutan telah sepuluh bulan berkuasa. Itu berarti tumpuan harapan warga untuk mengeluarkan dan membebaskan daerah ini dari kondisi kelistrikan yang semakin terpuruk tersebut menjadi nol.
Perubahan yang lamban
Permasalahan lain yang dihadapi masyarakat Palas adalah perubahan daerah ke arah yang lebih baik kini terlihat lamban. Gerakan pembangunan dan pemerintahan Palas sesungguhnya jauh lebih lamban dari daerah lain. Tidak seperti Mandailing Natal yang resmi menjadi kabupaten pada tahun 1999, belum memiliki kepala daerah defenitif waktu itu sudah terlihat adanya perubahan yang signifikan.
Di bidang pendidikan, Padang Lawas masih saja terpuruk. Belum ada putra-putri dari daerah ini yang ditemukan mampu mengukir prestasi di bangku sekolahnya mulai dari SD sampai ke SLTA setidaknya di tingkat Provinsi Sumatera Utara. Belum lagi putra-putri Padang Lawas yang berhasil bebas testing masuk ke Perguruan Tinggi Negeri terkemuka. Ini juga masih nol.
Pembebasan kawasan terisolir di Padang Lawas, nampak belum ada yang terwujud. Buktinya, Barumun Tengah, Huristak, Batang Lubu Sutam dan Sosa yang hingga sekarang masih merupakan kecamatan yang memiliki kawasan-kawasan terisolir belum ada tanda-tanda terbebas dari keterisoliran itu.
Ini merupakan indikator dan bukti konkrit betapa rekuritmen aparatur di jajaran Pemkab Padang Lawas masih saja acak-acakan. Aparatur yang berkualitas rendah tetapi diberi jabatan strategis akan membuat pemerintah semakin jauh dari keberhasilan pembangunan yang sudah lama diinginkan masyarakat setempat.
Mampukah pemerintah daerah berkarya nyata memecahkan berbagai permasalahan tersebut dalam kepemimpinannya? Kita lihat saja nanti, yang terpenting diingatkan adalah masyarakat memiliki tugas untuk mengawasinya. ***** (Balyan Kadir Nasution : Penulis adalah Wartawan Harian Waspada, peserta Workshop-Seminar “Media And Local Government: Corruption And Acces To Information” di Davao City, Filiphina, tahun 2003. Putra Kelahiran Sosa Jae, Kabupaten Padang Lawas. )